HEARDER IKLAN

Banner Iklan Sariksa

Kronologi Pemukulan di Pesantren Baitul Maqdis: Mediasi Damai Antara Keluarga Korban dan Pihak Pesantren

Kolaka Utara, 14 November 2023 - Pesantren Baitul Maqdis berada dalam sorotan setelah pihak keluarga salah satu santrinya melaporkan adanya kasus pemukulan yang dilakukan oleh seorang pembina pesantren. Informasi ini pertama kali mencuat setelah keluarga korban yang biasa disebut Andi Aco, menerima laporan bahwa anaknya telah menjadi korban pemukulan di bagian betis hingga memar-memar.

Kronologi kejadian bermula ketika sejumlah santri meminta izin kepada pembina pesantren untuk keluar mandi, mengingat air di pondok Baitul Maqdis sedang tidak mengalir. Pembina memberikan izin dengan catatan waktu keluar selama satu jam. Namun, ketika santri kembali, mereka mendapati pembina lain yang berinisial NK merasa tidak perlu keluar karena banyak santri juga tetap di dalam pondok.

Akibatnya saat dihari Jum'at Tanggal 10 November 2023, NK melakukan pembinaan dengan cara yang tidak pantas, yakni memukul para santri di bagian betis menggunakan bambu berukuran kecil. Informasi yang dihimpun oleh tim www.infokolut.com menyebutkan bahwa sebanyak 10 santri menjadi korban pemukulan tersebut, tetapi hanya satu orang wali santri yang keberatan.

Wali santri yang keberatan tersebut mem videokan bekas pukulan dan menyebarkannya ke grup Forum Komentar Kolaka Utara, meminta tanggapan dari penghuni grup. Berkat Postingan tersebut banyak menyarankan agar keluarga melaporkan ke Dinas Perlindungan Anak Dan Perempuan, Akhirnya pada tanggal 14 November, pihak keluarga korban NR melaporkan NK ke Dinas Terkait.

Dinas Perlindungan Anak dan Perempuan bersama pihak Polres Kolaka Utara segera merespon laporan tersebut dengan mendatangi korban. Akhirnya, kedua belah pihak, baik korban maupun pelaku, memasuki tahap mediasi di salah satu ruangan Polres Kolaka Utara.

Hasil mediasi menyepakati damai dengan dua catatan penting. Pertama, pihak keluarga meminta NR tetap dapat melanjutkan pendidikan di Pesantren Baitul Maqdis. Kedua, pihak Pesantren Baitul Maqdis wajib mengeluarkan NK sebagai guru dan pembina di pesantren. NK juga mengakui kesalahannya dalam mendidik dan bersedia menerima konsekuensi dari Pesantren Baitul Maqdis.

Dengan berakhirnya mediasi ini, diharapkan kasus ini menjadi momentum untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian terhadap perlindungan anak di lingkungan pesantren serta mendorong penerapan pendekatan pendidikan yang lebih humanis.

Editor : Anjas Asmara S.Kom